Tak perlu buru-buru menentang rencana pemerintah untuk menginvestasikan dana haji pada proyek infrastruktur, apalagi sampai meradang. Sebenarnya, tak soal untuk menginvestasikan dana haji yang diperkirakan mencapai Rp 100 triliun pada akhir tahun ini untuk pembangunan infrastruktur sepanjang dilakukan secara transparan dan sesuai aturan.
Tak perlu pula berteriak-teriak dana umat ini akan diselewengkan. Kita perlu belajar kepada Malaysia yang telah lebih dulu menggunakan dana haji untuk membiayai proyek infrastruktur, properti, perkebunan, dan konsesi dengan hasil yang memuaskan. Di sana dana haji dikumpulkan oleh Lembaga Tabung Haji Malaysia yang kemudian mengelolanya. Keuntungan dari investasi sebagian dibagikan kembali kepada para calon haji dan umroh murah jakarta. Sebagian yang lain digunakan untuk meningkatkan pelayanan selama di tanah suci.
Apalagi, yang mungkin belum diketahui banyak orang, dana haji sudah diinvestasikan secara tak langsung untuk infrastruktur melalui sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN. Jumlah sukuk tersebut mencapai yaitu Rp 35,2 triliun atau 40 persen dari total dana haji saat ini. Hanya penempatan dana haji masih sering dipersoalkan, terutama jika digunakan proyek yang terlalu jauh dari kepentingan umat Islam.
Polemik ini bisa diakhiri dengan membuat aturan yang lebih jelas. Pemerintah sebaiknya segera membuat peraturan pemerintah mengenai penempatan dana haji seperti diamanatkan oleh Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji.
Nah, sekarang, pemerintah sudah melantik Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), sehingga seluruh dana haji bisa dikelola sepanjang sesuai syariah. Pemerintah dapat mencontoh sistem yang digunakan Malaysia. Pemerintah juga harus menjamin keamanan dana tersebut. Penempatan dana jangan sampai merugikan umat telah bertahun-tahun menabung demi menunaikan ibadah haji.
Berkaca pada pemerintah Malaysia, mereka mengelola tabungan haji untuk investasi sudah bertahunn-tahun. Tentu saja sudah berlandaskan syariah alias halal. Calon jamaah haji pun tak perlu risau tabungannya akan diinvestasikan secara haram dan uang itu membuatnya batal berangkat.
Teman saya, seorang pengacara, yang melaksanakan ibadah haji berbarengan mantan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi menuturkan, ia melihat sendiri perolehan pengelolaam dana haji itu kembali dalam bentuk peningkatan pelayanan haji. “Mereka mendirikan asrama haji di Mekkah. Sedangkan kita dengan kuota haji terbanyak malah belum ada,” kata Mas Deny, teman saya itu.
Ahmad Ifham Sholihin, pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam menuturkan, hingga 2012, dana haji Indonesia masih ditempatkan pada instrumen berbasis keuangan konvensional. Artinya, dana haji diinvestasikan pada usaha berbasis riba, yang saat itu boleh diinvestasikan pada industri haram. Dengan adanya Badan Pengelola Keuangan Haji, seluruh dana haji bisa dikelola pada instrumen yang sesuai syariah, baik dana yang boleh diinvestasikan maupun dana yang dialokasikan untuk operasional ibadah haji tahun berjalan.
Artinya, penggunaaan dana haji tak perlu diributkan asal sesuai dengan Undang Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Jika merujuk Pasal 48 undang-undang ini, dana haji bisa diinvestasikan ke produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainya. Syaratnya adalah sesuai dengan prinsip syariah, mempertimbangkan aspek keamanan, kehatian-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
Majelis Ulama Indonesia pun telah menyatakan investasi dana haji di proyek infrastruktur dibolehkan asal bermanfaat. Yang penting, menurut MUI, pemerintah mesti menjamin keamanan dana itu. Dalam menempatkan dana buat infrastruktur, Badan Pengelola perlu memilih proyek yang memberikan bagi hasil tinggi tapi dengan tingkat risiko yang sangat kecil.